Minggu, 08 Januari 2017

MASA DEPAN GEMILANG

 MASA DEPAN GEMILANG
Niat baik terus dijaga, dipelihara, dibalut dengan doa
sebagai pengantar menembus langit ketujuh hingga sampai kepada Allah Swt.
Adi Rustandi

Ramadhan, bukan nama sebenarnya. Seminggu yang lalu, ia mengisi kegiatan LDKM (Latihan Dasar Kepemimpinan Mahasiswa) di Gunung Puntang, Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dan aku menjadi bagian dari kepanitian LDKM tersebut.
Saat ini, ia berprofesi sebagai Dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Bandung. Rama, panggilan akrabku. Ia menceritakan sekelumit perjuangan hidupnya dari kecil hingga sekarang. Tujuannya adalah memberikan motivasi dan inspirasi kepada mahasiswa agar semangat dalam mengejar mimpi dan cita-citanya.

Terlahir dari keluarga sederhana, orang tuanya telah berpisah sejak ia berusia enam tahun. Rama dibesarkan oleh seorang ibu yang kuat dan tegar. Profesi ibunya sebagai asisten rumah tangga di komplek dekat rumah. Bahkan, sesekali ibunya berjualan gorengan di sekolah, di mana Rama bersekolah. Tapi, tak pernah ia merasa malu atau bahkan gengsi. Malah, ada binar bahagia di kedua matanya yang hampir saja berjatuhan ketika ia bercerita.

Tanpa rasa malu dan canggung, Rama bercerita sambil berkeliling di antara peserta LDKM. Ada yang menahan haru, ada yang menggelengkan kepala, dan bahkan, ada di antara mereka yang tertunduk kemudian menangis. Entahlah, mungkin saja mereka teringat orang tuanya di rumah.

“Kondisi keluarga yang membuat saya berpikir untuk berubah. Berubah menuju masa depan yang gemilang. Kalau bukan kita sendiri, siapa lagi? Kalau bukan saat ini, kapan lagi?” kata Rama sambil mengepalkan tangan ke atas.

“Satu hal, kalau kita ingin maju, pendidikan harus diutamakan. Saya tidak mau seperti kakek dan nenek saya yang hanya lulusan SR (Sekolah Rakyat) atau sederajat sekolah dasar. Saya tidak ingin bekerja seperti ibu menjadi buruh rumah tangga dan bekerja serabutan. Cukup! Ya, cukup hanya mereka yang merasakan penderitaan dan kesedihan. Tapi, tidak buat saya. Saya harus lebih baik daripada mereka. Baik itu pendidikan maupun pekerjaan.”

Peserta kembali terdiam. Namun, semangatnya nampak menggelora.

“Apa kunci sukses dalam hidup Bapak?” tanya salah seorang peserta LDKM.

“Kuncinya, adalah menanamkan niat untuk berubah, terus berusaha, dengan tidak melupakan doa. Doa bukan hanya dari diri sendiri. Bukan hanya dari orang-orang tercinta di sekeliling kita. Tapi, biarkan alam pun turut mendokan keberhasilan kita di masa depan.”

“Selanjutnya, Pak?” sahut peserta kembali.

“Bersyukur!”

Hingga perlahan, suasana LDKM berubah hening.

***
Rama adalah temanku sewaktu SMA. Sekarang, kami dipertemukan kembali dalam satu naungan institusi pendidikan. Aku tak menyangka setelah kemarin mendengarkan cerita inspiratifnya. Banyak ilmu dan banyak pengalaman yang bisa aku realisasikan dalam menatap masa depan.

Tepat setelah salat zuhur, aku mencoba mengajak Rama untuk berdiskusi. Aku masih penasaran atas apa yang sudah disampaikannya beberapa waktu lalu di LDKM. Ada satu pertanyaan yang masih mengganjal di benak pikiranku dan di lubuk hatiku terdalam.

“Ram, kalau boleh tahu, doa apa yang selalu kamu sampaikan kepada Allah? Sehingga, kamu menjadi seperti sekarang?” tanyaku diiringi senyuman.

Lama tak dijawab pertanyaanku. Mungkin, pertanyaanku dianggap konyol olehnya. Rama hanya melemparkan senyumnya ke arahku.

“Ceritalah, Ram. Aku sangat terinspirasi dari ceritamu kemarin.”

Rama sedikit mengubah posisi duduknya. Pelan, ia menatap wajahku.

“Sejak kecil, tak banyak yang aku minta kepada Allah. Aku hanya meminta bisa sekolah, sekolah, dan terus sekolah. Sesulit apapun, aku selalu berdoa kepada-Nya untuk diberikan kemampuan untuk bersekolah. Alhamdulillaah, doaku selalu dikabukan Allah. Aku hanya perlu bekerja keras dalam belajar. Allah berikan banyak beasiswa pendidikan kepadaku. Pendidikan akan selalu menjadi nomor satu. Karena pendidikan bagian daripada investasi. Ingat, investasi terbaik itu bukan harta. Tapi, pendidikan. Makanya, dalam doaku, di penghujung salatku, selalu aku selalu meminta dimudahkan dalam mendapatkan pendidikan,” jawab Rama tersenyum.

“Jadi?” tanyaku kembali penasaran.

“Dengan kekuatan doa. Allah memampukan diriku untuk menyelesaikan SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi dengan beberapa beasiswa di tengah-tengah kesulitan ekonomi yang selalu hadir di kehidupanku.”

“Asli?” kataku mencoba memotong tidak percaya.

Rama hanya menganggukan kepala diiringi senyuman penuh ketulusan dan kesungguhan.

***
Aku benar-benar bangga mempunyai teman sekaligus rekan kerja seperti Rama. Ia mengajarkan arti kekuatan doa. Niatnya yang kuat, bulatnya tekad, diiringi doa yang tidak putus telah mengantarkannya menuju gerbang kesuksesan. Sukses dalam pendidikan dan sukses dalam pekerjaan.

Niat baik terus dijaga, dipelihara, dibalut dengan doa sebagai pengantar menembus langit ketujuh hingga sampai kepada Allah Swt.

“Ya Allah, berikanlah kepadaku apa yang telah Engkau berikan kepda hamba-hamba-Mu yang shalih.”

***
Gunung Puntang, Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat
2015

Selasa, 27 Desember 2016

BAB 1 - Kekuatan Doa



BAB 1
KEKUATAN DOA
Niat baik terus dijaga, dipelihara, dibalut dengan doa
sebagai pengantar menembus langit ketujuh hingga sampai kepada Allah Swt.
Adi Rustandi

Ramadhan, bukan nama sebenarnya. Seminggu yang lalu, ia mengisi kegiatan LDKM (Latihan Dasar Kepemimpinan Mahasiswa) di Gunung Puntang, Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dan aku menjadi bagian dari kepanitian LDKM tersebut.
Saat ini, ia berprofesi sebagai Dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Bandung. Rama, panggilan akrabku. Ia menceritakan sekelumit perjuangan hidupnya dari kecil hingga sekarang. Tujuannya adalah memberikan motivasi dan inspirasi kepada mahasiswa agar semangat dalam mengejar mimpi dan cita-citanya.
Terlahir dari keluarga sederhana, orang tuanya telah berpisah sejak ia berusia enam tahun. Rama dibesarkan oleh seorang ibu yang kuat dan tegar. Profesi ibunya sebagai asisten rumah tangga di komplek dekat rumah. Bahkan, sesekali ibunya berjualan gorengan di sekolah, di mana Rama bersekolah. Tapi, tak pernah ia merasa malu atau bahkan gengsi. Malah, ada binar bahagia di kedua matanya yang hampir saja berjatuhan.
Tanpa rasa malu dan canggung, Rama bercerita sambil berkeliling di antara peserta LDKM. Ada yang menahan haru, ada yang menggelengkan kepala, dan bahkan, ada di antara mereka yang tertunduk kemudian menangis. Enatahlah, mungkin saja mereka teringat orang tuanya di rumah.
“Kondisi keluarga yang membuat saya berpikir untuk berubah. Berubah menuju masa depan yang gemilang. Kalau bukan kita sendiri, siapa lagi? Kalau bukan saat ini, kapan lagi?” kata Rama sambil mengepalkan tangan ke atas.
“Satu hal, kalau kita ingin maju, pendidikan harus diutamakan. Saya tidak mau seperti kakek dan nenek saya yang hanya lulusan SR (Sekolah Rakya) atau sederajat sekolah dasar. Saya tidak ingin bekerja seperti ibu saya menjadi buruh. Cukup! Ya, cukup hanya mereka yang merasakan penderitaan dan kesedihan. Tapi, tidak buat saya. Saya haru lebih baik daripada mereka. Baik itu pendidikan maupun pekerjaan.”
Peserta kembali terdiam. Namun, semangatnya nampak menggelora.
“Apa kunci sukses dalam hidup Bapak?” tanya salah seorang peserta LDKM.
“Kuncinya, adalah menanamkan niat untuk berubah, terus berusaha, dengan tidak melupakan doa. Doa bukan hanya dari diri sendiri. Bukan hanya dari orang-orang tercinta di sekeliling kita. Tapi, biarkan alam pun turut mendokan keberhasilan kita di masa depan.”
“Selanjutnya, Pak?” sahut peserta kembali.
“Bersyukur!”
Hingga perlahan, suasana LDKM berubah hening.
***
Rama adalah temanku sewaktu SMA. Sekarang, kami dipertemukan kembali dalam satu naungan institusi pendidikan. Aku tak menyangka setelah kemarin mendengarkan cerita inspiratifnya. Banyak ilmu dan banyak pengalaman yang bisa aku realisasikan dalam menatap masa depan.
Tepat setelah salat zuhur, aku mencoba mengajak Rama untuk berdiskusi. Aku masih penasaran atas apa yang sudah disampaikannya beberapa waktu lalu di LDKM. Ada satu pertanyaan yang masih mengganjal di benak dan di hatiku.
“Ram, kalau boleh tahu, doa apa yang selalu kamu sampaikan kepada Allah? Sehingga, kamu seperti sekarang?” tanyaku diiringi senyuman.
Lama tak dijawab pertanyaanku. Mungkin, pertanyaanku dianggap konyol olehnya. Rama hanya melemparkan senyumnya ke arahku.
“Ceritalah, Ram. Aku sangat terinspirasi dari ceritamu kemarin.”
Rama sedikit mengubah posisi duduknya. Pelan, ia menatap wajahku.
“Sejak kecil, tak banyak yang aku minta kepada Allah. Aku hanya meminta bisa sekolah, sekolah, dan terus sekolah. Alhamdulillaah, doaku selalu dikabukan. Aku hanya perlu bekerja keras dalam belajar. Allah berikan banyak beasiswa pendidikan kepadaku. Investasi terbaik itu bukan harta. Tapi, pendidikan. Makanya, dalam doaku selalu aku meminta dimudahkan dalam mendapatkan pendidikan,” jawab Rama tersenyum.
“Jadi?” tanyaku kembali penasaran.
“Dengan kekuatan doa. Allah memampukan diriku untuk menyelesaikan SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi dengan beberapa beasiswa di tengah-tengah kesulitan ekonomi yang selalu hadir di kehidupanku.”
“Asli?” kataku mencoba memotong tidak percaya.
Rama hanya menganggukan kepala diiringi senyuman penuh ketulusan dan kesungguhan.
***
Aku benar-benar bangga mempunyai rekan kerja seperti Rama. Ia mengajarkan arti kekuatan doa. Niatnya yang kuat, bulatnya tekad, diiringi doa yang tidak putus telah mengantarkannya menuju gerbang kesuksesan. Sukses dalam pendidikan dan suksen dalam pekerjaan.
Niat baik terus dijaga, dipelihara, dibalut dengan doa sebagai pengantar menembus langit ketujuh hingga sampai kepada Allah Swt.
“Ya Allah, berikanlah kepadaku apa yang telah Engkau berikan kepda hamba-hamba-Mu yang shalih.”
***
Gunung Puntang, Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat
2015

Jumat, 23 Desember 2016

Mind Mapping - Menembus Langit Ketujuh - Adi Rustandi

Menembus Langit Ketujuh
Adi Rustandi

Bismillaah...
InsyaAllah...

Catatan:
Tugas Materi 2 KMO Indonesia 

Selasa, 13 Desember 2016

Temukan Aku dalam Istikharahmu - Adi Rustandi

Temukan Aku dalam Istikharahmu
Adi Rustandi
Cinta tak akan pernah bisa dipaksa, sekuat apapun kau mencobanya.
Cinta sejati bukan tentang menyatukan dua sosok manusia, bukan pula tentang cantik atau tampan.
Cinta sejati hadir karena tuntunan tangan-tangan suci malaikat yang merangkainya lewat lantunan doa-doa.

Jangan pernah berkata bahwa kau pasti memilikiku, atau jangan sesekali kau yakin bahwa Tuhan merestui
kita.
Aku tak ingin cinta hanya sekedar kata-kata.
Aku ingin kita bisa saling percaya, bisa saling membahagiakan satu sama lain.
Cinta tak harus terburu-buru mengungkapkan rasa.

Mungkin aku terlalu angkuh.
Namun, semua kulakukan semata hanya karena ingin mendapat restu Allah.
Aku ingin kau mencintaiku karena Allah yang mengizinkannya.
Bertanyalah kepada-Nya, temukan aku dalam doa-doa dan istikharahmu.